Senin, 24 Oktober 2011

Kenitu dan Dunia

Pemikirannya yang terbuka, membuat Kate Crinion diterpa badai keingintahuan yang dahsyat akan beragam budaya di banyak Negara. Dia pun memutuskan hal gila. Keliling dunia hanya dengan sebuah sepeda.
          
            Realy good,” ujar Kate saat mencicipi buah kenitu di home stay Argoraung, Kalianyar Tamanan, Bondowoso. Dia cukup asing dengan rasa buah yang kemudian dia kenal sebagai kissing fruit itu. Tentu karena Kate tidak pernah makan kenitu sebelumnya. Namun Kate suka buah itu. Beberapa kenitu yang masih tergeletak di meja itu, dilahapnya dengan tuntas.
            Selain buah kenitu, banyak hal menarik lain yang membuat turis terpesona ketika datang ke Tamanan, Bondowoso. Begitu juga dengan Kate. Dia menganggap daerah ini sebagai anugerah indah dari Tuhan. Itu karena kawasan ini memiliki sumberdaya lokal yang sangat luar biasa.          
            Ketika melihat sehamparan tembakau, misalnya. Kate menilai masyarakat bisa menjalani bisnis dengan mudah. Menanam tembakau, jadi pohon, dipanen kemudian dijual. Begitu juga dengan komoditas kopi mapun furniture. Sementara di Eropa, di tanah kelahirannya, untuk menjalani bisnis itu harus mengimpor terlebih dahulu.
            Apalagi, semua itu masih dilengkapi dengan pemandangan alam yang memesona. Segala berkah itu bahkan membuatnya iri. Dia pun berandai-andai jika menjadi penduduk local, “I would be proud of the rich environment and resources it provides and the beauty of the landscape surrounding it (Saya akan bangga dengan kekayaan alam dan kecantikan pemandangan yang ada di sekitar sini),” ujar perempuan kelahiran Slane, Irlandia, 8 juli 1985.
            Setelah dikembangkan menjadi desa wisata, beberapa desa di Kecamatan Tamanan, seperti Kalianyar, Sumber Kemuning serta Kemirian kini lebih sering dikunjungi wisatawan asing. Namun Kate, wisatawan asal Irlandia ini benar-benar berbeda dengan lainnya. Karena master di bidang arsitektur ini berkeliling dunia hanya dengan sepeda pancal. 
            Niat besar Kate keliling dunia dengan sepeda itu sebenarnya sudah berkobar semenjak dia masih belia. Kate memiliki banyak alasan untuk mimpinya itu. Satu alasan utamanya, dengan menaiki sepeda, dia bisa melihat dengan jelas dan detil budaya dan keunikan local daerah di banyak negara. Sesuatu yang barangkali susah untuk bisa didapatkan dengan menggunakan moda transportasi lainnya.
Saat sekolah, sedikit demi sedikit dia mengumpulkan uang sakunya. Ketika bekerja, dia menyisihkan sebagian gajinya sebagai arsitek. Dia pun menambah penghasilan sebagai pelatih tenis. Itu semua dia lakukan untuk bekal perjalanan panjangnya kelak. 
            Lalu, semuanya bermula pada 2010 silam. Pada tahun itu, dia telah lima bulan berada di Yushu, China. Kate bekerja untuk sebuah Non Government Organization (NGO) yang menangani penyelamatan cagar budaya rumah kuno orang Tibet. Di sela kesibukannya bekerja, dia terpesona saat melihat pegunungan Tibet. Dia pun memutuskan untuk mengelilingi dunia dengan sepeda dari puncak gunung itu. 
Kate mulai mengumpulkan perlengkapan. Termasuk membeli sebuah sepeda pancal. Mimpinya kian nyata. Usai tugas dan pekerjaannya selesai,  pada 14 Oktober 2010, dia memulai perjalanan panjangnya dengan start di lhasa, Tibet. Tepat di ketinggian 5 ribu Mdpl. Kate mulai mengayuh sepedanya dari satu kota ke kota lainnya di Tibet.
Setelah dari Tibet, Kate melanjutkan perjalanannya menuju India. Kemudian menuju Thailand,  Myanmar, kemudian balik ke Thailand lagi. Selanjutnya menuju Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, Malaysia-Borneo, Brunei, Filipina, Jepang lalu terbang ke Jakarta. Dari Jakarta, dia memancal sepedanya menuju Bali.
            Banyak hal unik yang dia dapat dari perjalanannya itu. Di Myanmar, dia harus keluar masuk negara itu dari pintu yang sama. Sehingga dia harus balik kucing. Itu karena ketatnya pengawasan junta militer, sehingga orang asing tidak bisa menyeberang sembarangan. Kate memang selamat selama dua minggu di Myanmar. Meski, dua hari sekali, harus melaporkan keberadaannya kepada polisi.
            Di Vietnam, Kate merasa terkejut ketika orang-orang di sana masih banyak menggunakan alat transportasi tradisional, seperti sepeda dan perahu. Di sana juga relative tak banyak orang asing atau turis yang berkunjung.
Rasa menghentak juga hinggap saat dia berada di India. Di Negara Mahatma Gandhi itu, ternyata masih tak banyak terpengaruh budaya lain. Misalnya dalam hal makanan. Hampir tak ada kedai makanan asing. Mereka bangga dengan makanannya sendiri. “Mungkin di negara lain, makan McDonald merupakan kebanggaan atau simbol modern, tapi di India tidak,” kenang Kate.
            Lalu, apa yang Kate rasakan tentang Indonesia? Perempuan setinggi 172 cm dengan berat badan 52 kg ini tiba di Jakarta 15 Agustus lalu. Dari Jakarta dia terus menuju Bali selama satu minggu. Seharusnya saat ini dia sudah berada di Australia. Namun karena mengalami kecelakaan di Bali, akhirnya dia harus dirawat tiga minggu di rumah sakit. Visanya pun habis. Sehingga dia harus balik ke Jakarta lagi. Dalam perjalanan balik ke Jakarta itulah, dia menyempatkan singgah di Bondowoso.
            Sebelumnya Kate tak banyak tahu tentang Indonesia. Dia justru belajar tentang Indonesia ketika berada di Thailand. Memang Kate punya mimpi untuk datang ke negeri ini. Terutama ke Bali. Dia tak menyangkal jika hampir semua orang Eropa tahu tentang Bali. Mereka juga menganggap Pulau Dewata sebagai surga. Tapi setelah berada di Indonesia, Kate justru tahu banyak tempat yang lebih indah. Baginya, surga bukan hanya pemandangan alam yang indah. Ketika bertemu dengan orang-orang baru dari budaya yang berbeda, itu juga surga.
            Selain Bali, Jawa bagi Kate juga menghadirkan banyak pemandangan fantastis. Jawa memiliki banyak gunung, terutama gunung berapi. Bagi Kate itu unik. Karena di negara-negara yang selama ini ditemuinya, biasanya hanya ada satu gunung berapi. Selain itu, selama di Indonesia, dia bisa melihat matahari terbit dan tenggelam setiap hari. Sesuatu yang langka di negaranya.
Sebagai arsitek, Kate juga menemukan banyak desain bangunan adat yang membuatnya terpesona. Mulai dari bangunan khas Sunda, Jawa hingga Bali. Cukup komplet. “Very good. Sustainable representative of the traditional skill, material and culture (Sangat bagus. Gabungan yang sangat serasi antara keahlian tradisional, bahan material dan budaya),” ujarnya.
            Hal yang menarik lainnya adalah budaya orang Indonesia yang terbuka. Ketika berhenti di sebuah warung, Kate bisa melihat proses pembuatan makanan. Dia pun bisa tahu dengan mudah resepnya. Hal itu susah untuk bisa didapat di Eropa. Karena di sana, restoran tidak akan memberi tahu cara membuat makanan andalannya.
            Saat ini, Kate telah banyak tahu tentang berbagai budaya di banyak negara. Pemikirannya lebih terbuka. “I am now more open minded. And see the world with a critical eye. I now realise its not the beauty of the country that is important but the it’s the people that make a country beautiful (Sekarang saya lebih terbuka dalam pemikiran. Dan melihat dunia dengan mata yang lebih kritis. Sekarang saya tahu bahwa kecantikan sebuah negara tidak begitu penting, tapi orang-orangnya yang justru membuat sebuah negara menjadi cantik),” ujarnya.
            Tentu, untuk semua itu, Kate mengorbankan banyak hal. Rata-rata dia menghabiskan biaya lima belas dolar per hari. Untuk mengirit biaya, dia tak selalu tidur di hotel. Sesekali dia harus membuka tenda. Selama perjalanan, dia telah mengganti ban dalam sepedanya sebanyak 24 kali. Sementara ban luar lima kali dan ganti rem dua kali. Dengan membawa 45 kg beban plus 10 kg berat sepeda pancal, Kate menempuh rata-rata 100 km per hari.
            Tak cukup hanya tahu, Kate juga berbagi segala pengalamannya selama di perjalanan. Penghobi fotografi ini mengupload foto dan tulisannya di blog pribadinya yang beralamat di cyclingcurioscity.blogspot.com. Dia pun berencana membukukan pengalamannya itu.
            Setelah dari Indonesia kate masih akan melanjutkan perjalanannya ke Australia, lalu ke  Selandia Baru, Amerika Utara hingga Afrika. Setelah tuntas, Kate masih bercita-cita melanjutkan studinya di S3 serta melanjutkan pekerjaannya sebagai arsitek.
            Perjalanan panjang telah mengajarkan Kate banyak hal. Meski tentunya, banyak juga yang akan dia rindukan. Salah satunya keindahan alam Indonesia. “I will miss the humor and welcome of the people, the vast variety of local food and the beautiful sunsets over the mountains of Java (Saya akan merindukan canda dan bagaimana orang Indonesia menerima tamu, makanan local dan kecantikan ketika matahari terbenam di gunung-gunung yang ada di Jawa),” pungkasnya